Rabu, 13 November 2013

Cinta Sejati dari Seorang Muhammad

            Muhammad adalah Muhammad bin Abdullah bin AbdulMuththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf, penduduk Makkah yang digelari Al-Amin yang dilahirkan pada peristiwa serangan Abrahah untuk menghancurkan ka’bah pada Tahun 571 M. Diangkat menjadi nabi ketika turun surat al-Alaq ayat 1-5 dan menjadi rasul ketika turun surat al-Muddatsir 1-5. Ketika akan diangkat menjadi Nabi Muhammad selalu mimpi sebuah fajar yang datang, dan mulailah Muhammad senang untuk berkholwat atau berkontemplasi. Disaat itulah mulai berpikir cara untuk menghadapi situasi keadaan umat yang berada dalam jaman jahiliyah/ jaman kebodohan.

            Setelah menjadi seorang Nabi maka tugas yang diemban adalah mengajak umat manusia untuk mentauhidkan Allah. Mengajak dari kebodohan/ kegelapan menuju keadaan yang terang benderang dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dua pusaka yang beliau wariskan untuk umat yang beliau cintai agar tidak melewati jalan yang sesat. Dimana menjelang wafatnya Rasulullh berwasiat, “ Kutinggalkan kepada kamu dua perkara, tidak akan tersesat kamu didalamnya selama kamu berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah rasulnya.” Bahkan saat ajalnya sudah hampir sampai terdengarlah kata-kata yang masih bisa didengar oleh Ali Rahimahullah dengan mendekatkan telinganya di dekat mulut Rasulullah, terdengarlah kata-kata yang beliau ucapkan,” umatku umatku umatku.” Seketika itu juga Rasulullah tiada. Begitu besar cintanya Rasulullah kepada umatnya sampai-sampai diakhir hayatnya beliau masih memikirkan umatnya.
            Dalam Al-Quran diabadikan oleh Allah bagaimana rasa kasih sayangnya seorang Nabi yang tulus ikhlas mencintai umatnya,” Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat tersa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan ( keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Dalam ayat ini pun Rasulullah digambarkan begitu nesar cintanya pada umatnya. Lalu pertanyaanya sudahkah kita mencintai beliau seperti itu? Cukup dijawab dalam hati.
            Ketika masih hidup tidak ada kata berhenti pada diri Rasululllah untuk terus berdakwah, setelah beliau dingkat menjadi Nabi, mulailah beliau berdakwah dengan sembunyi-sembunyi. Beliu  ajak keluarganya kemudian orang-orang terdekatnya termasuk anak asuhnya Ali, sahabat karibnya Abu Bakar dan keponakannya Zaid bin Haritsah . Setelah turun ayat, “ Dan, berilah peringatan kepada keraba_kerabatmu yang dekat.” Maka mulilah Rasulullah berdakwah kepada kaum kerabatnya Bani hasyim. Dimana dikisahkan bahwa Rasulullah setelah mengumpulkan Bani hasyim ia mendapat dukungan perlindungan dari pihak pamannya Abu Thalib dan mendapat perlawanan dari Abu Lahab. Merasa ada perlindungan dari Pamannya maka suatu hari muhammad berdiri diatas Shafa lalu berserulah Rasulullah maka datanglah semua suku Quraisy, beliau melanjutkan pembicaraannya,” Apa pendapat kalian jika aku kabarkan bahwa di lembah ini ada pasukan berkuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya padaku?” “Benar,” jawab mereka. Maka Rasulullah mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah, risalah yang beliau bawa dan iman kepada hari akhirat. Tapi tetep saja sulit untuk mendapatkan dukungan dari suku Quraisy.

            Rasulullah dalam berdakwah tidak kenal menyerah, siang dan malam, pagi dan sore tidak henti-hentinya membacakan ayat-ayat Allah dan mengajak mereka masuk islam. Bahkan dari dakwah itu banyak sekali perlawanan-perlawanan yang beliau dapatkan, mulai dari cacian bahkan perlawanan fisik. Sebagaimana yang terjadi di Thaif ketika beliau mengajak mereka justru lemparan-lemparan batu yang didapatkan hinga membuat luka. Bahkan sampai Malaikat jibril datang menawarkan diri agar ia boleh menjatuh gunung kepada penduduk Thaif, sungguh besar cintanya Rasulullah kepada mereka, beliau tidak menghandaki itu, bahkan Rasulullah masih berharap mudah-mudahan kelak anak cucu mereka akan mendapat hidayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar